Jika kita mencoba melakukan yang lebih baik daripada yang kita pikir bisa kita lakukan, kita akan terkejut bahwa sebenarnya kita bisa melakukan hal itu.
Jangan remehkan hal-hal sepele. Sebab, dari sinilah hal-hal besar biasanya terwujud.Menjadi sabar dan ikhlas memang tak mudah, tapi itu harus. Belajarlah untuk menerima arti kehilangan dan penantian.
Kalau masyarakat kita mengenal istilah “bule” untuk menyebutkan orang-orang asing berambut pirang dan berkulit putih (ras kaukasoid) dari Amerika Serikat atau Eropa, maka Mesiko dan sebagian besar penduduk Amerika Latin yang berbahasa Spanyol dan Portugis meyebut mereka dengan sebutan “gringo”. Jadi di sini ada si ‘bad boy’ Mel Gibson menjadi gringo tanpa nama, terjebak di sebuah penjara-kota Meksiko yang disebutnya sebagai “the crappiest place on earth” setelah tertangkap merampok uang bersama rekannya. Tentu tidak mudah untuk orang asing sepertinya hidup ditengah-tengah para pesakitan, mafia-mafia dan polisi-polisi korup, untuk itu gringo kita harus putar otak untuk bagaimana dapat bertahan hidup bahkan kalau bisa keluar dari “mall” terburuk di dunia itu hidup-hidup.
Bahkan The Beaver-nya Jodie Foster yang menurut saya yang cukup powerfull tahun lalu itu dengan segala kualitas akting topnya tampaknya masih tidak mampu berbuat banyak untuk dapat menolong Mel Gibson keluar dari keterpurukannya. Lalu tahun ini ada Get the Gringo yang punya judul asli norak, How I Spent My Summer Vocation yang di Amerika sana langsung dirilis dalam home video sebagai usaha lain Gibson membuktikan kepada dunia bahwa ia masih punya sisa-sisa kegilaan Max Rockatansky dan Martin Riggs di masa jayanya dulu, meskipun, ya, ini jelas jauh dibawah franchise Mad Max atau Lethal Weapon. Mel juga sudah mulai tampak kelelahan berlari ke sana ke mari di penjara kotor itu dalam balutan naskah cheesy yang juga ditulisnya dan momen-momen aksi medioker, tetapi sesungguhnya Get the Gringo itu tontonan aksi yang cukup enjoyable karena ia tidak berusaha keras untuk menjadi sok pintar dan Mel kembali menjadi ‘dirinya sendiri’ yang konyol, keras dan tanpa kompromi, walaupun sepertinya ia terlalu mendominasi hampir keseluruhan adegannya tanpa memberikan kesempatan karakter lainnya untuk berkembang.
Jika anda mungkin anda sudah terlebih dahulu melihat trailernya, yap, buruk, tetapi saya selalu mengajarkan kepada anda jangan terlalu percaya trailer karena pada kenyataanya Get the Gringo tidak seburuk itu. Ya, pastinya bukan yang terbaik dari seorang Mel Gibson, tetapi melihatnya kembali memerankan karakternya spesialisasinya yang dibungkus dengan oleh sebuah tontonan aksi cheesy yang santai, Get the Gringo itu bisa menjadi sangat menyenangkan.(@Hary Susanto)
Bagaimana kamu bisa me-reboot salah satu franchise superhero populer yang baru berusia lima tahun dan sudah memberikan banyak Dollar buatmu? Ya, banyak pihak yang skeptis pada awalnya dan beranggapan pasti pihak Sony sudah gila dengan keputusan mereka untuk me-reset ulang kisah manusia laba-laba Marvel ini ketimbang melanjutkannya ke instalemen ke empat milik Sam Raimi yang bahkan sudah punya tanggal rilis. Tentu saja saya bisa menerima alasan Sony yang beranggapan bahwa Raimi sudah mulai ‘menyimpang’ dalam usahanya memperpanjang kisah Spidey versi-nya, tetapi sebuah reboot?! Wow! itu jelas adalah sebuah perjudian besar, bahkan mereka juga mempercayakannya kepada Marc Webb, sutradara yang baru membuat satu film ‘kecil’, (500) Days of Summer 2009 lalu, tapi tunggu dulu, tampaknya para petinggi-petinggi Sony memang jago berjudi karena terbukti pada tanggal 3 Juli 2012 ini keputusan mereka memang tepat dalam menghadirkan versi teranyar Spidey dalam The Amazing Spider-Man.
Marc Webb sudah pasti harus berhati-hati untuk membawa semuanya kembali ke awal sekali lagi. Bersama tim penulis yang dikomandoi James Vanderbilt (Zodiac) serta dibantu penulis lamanya, Alvin Sargent dan Steve Kloves menulis ulang kisah Spidey yang harus diakui kali ini lebih setia ke versi komiknya bersama segudang materi-materi baru yang terinspirasi dari berbagai sumber termasuk memberikan kesempatan Andrew Garfield unjuk gigi sebagai idola baru di film blockbuster pertamanya sebagai the new Peter Parker yang lebih tinggi, lebih ramping dan lebih kikuk ketimbang versi Tobey Maguire.
Kisahnya ditarik sedikit lebih kebelakang. Ada Peter Parker kecil yang ditinggal orangtuanya secara misterius setelah sebelumnya dititipkan kepada pamannya, Ben (Martin Sheen) dan bibinya, May (Sally Field). Tentu saja kita tahu apa yang terjadi pada orangtua Parker yang juga ilmuwan itu. Jadi setelah kematian mereka, Peter tumbuh menjadi remaja pintar yang kuper, tidak jarang ia menjadi bulan-bulanan teman sekolahnya. Tidak ada si rambut merah, Mary Jane Watson di sini karena ada Gwen Stacy (Emma Stone) seperti pada komiknya yang terlebih dahulu menjadi cinta pertama Peter. Dan setelah mendapatkan kekuatan supernya dari gigitan laba-laba mutan, Peter harus berhadapan dengan kolega ayahnya sendiri, Dr. Curtis Connors (Rhys Ifans) yang mengubah dirinya menjadi reptil raksasa setinggi 3 meter yang dijuluki The Lizard.
Webb membuktikan dirinya memang sutradara yang berbakat. Ia tidak hanya sukses’ mencontek’ apa-apa saja yang terbaik dari yang sudah dibuat Raimi namun juga memolesnya menjadi lebih baik, menjadikan Spiderman versinya terasa lebih manusiawi walaupun tidak sampai seekstrim Batman Begins-nya Nolan, namun di sisi lain Webb juga tidak mau sampai kehilangan unsur-unsur fantasi, komedi dan segala elemen-elemen komiknya. Dibutuhkan sedikit waktu untuk melihat jagoan kita di dalam kostum merah-biru kebesarannya yang kini terlihat seperti buatan tangan dan tidak lagi seketat dulu karena ada masa lalu Peter Parker dengan segala sisi psikologis dan emosi seorang anak yang ditinggal orangtuanya yang tampaknya ingin digali lebih dalam oleh Webb dalam banyak porsi drama dan sedikit aksi termasuk momen romansa canggung antara Peter dan Gwen ala Webb yang beraroma Indie, tujuannya jelas untuk memberikan sebuah dasar cerita kuat yang lebih membumi yang tidak dimiliki dalam versi Raimi sebelum pada klimaksnya Webb akhirnya membombardir penontonnya dengan rangkaian adegan-adegan spektakuler yang berisi banyak aksi heroik dramatis, CGI hebat, lompatan-lompatan, ayunan-ayunan dan akrobatik lentur si manusia laba-laba dalam balutan apik RED epic camera yang sanggup menghasilkan gambar-gambar 3D, termasuk pengunaan sudut pandang orang pertama yang keren itu dengan tingkat kedetailan tinggi.
Melihat bagaimana perjudian yang dilakukan Sony Pictures kali ini tampaknya akan membuahkan hasil yang bagus jelas tidak perlu terkejut jika mereka sudah jauh-jauh hari dengan begitu percaya diri menetapkan 2 Mei 2014 sebagai tanggal rilis sekuelnya. Ya, The Amazing Spider-Man dengan pendekatan cerita lebih dalam, lebih gelap dan lebih keras yang didukung kualitas teknis dan jajaran cast menawan adalah jawaban Sony dari pertanyaan bagaimana cara membuat sebuah reboot hebat dari wara laba superhero laris Marvel yang baru seumur jagung itu. Yes, this is Amazing!.Hary Susanto
